Gelombang Penolakan UU TNI Masih Berlangsung

Masih teringat dibenak kita ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI)  tiba-tiba mengesahkan RUU TNI menjadi UU. Kejadian tersebut sudah 2 bulan yang lalu. Namu kekhawatiran masih berlangsung saat ini. Termasuk gelombang penolakan dari mahasiswa dan aktivis masyarakat sipil. Setiap aksi yang diselenggarakan oleh kalangan aktivis, tidak luput membicarakan mengenai penolakan terhadap keterlibatan TNI di ranah masyarakat sipil sebagaimana yang tercantum dalalm UU TNI Terbaru.           

Sejumlah kalangan masyarakat menilai bahwa pembahasan RUU TNI ini sangat terburu-buru dan minim keterlibatan partisipasi publik. Koalisi Masyarakat Sipil menggagas petisi bertajuk “Tolak Kembalinya Dwifungsi melalui RUU TNI”. Penolakan pengesahan RUU TNI ini terus bergulir dari berbagai kalangan, salah satunya yaitu kalangan Mahasiswa. Mahasiswa banyak yang khawatir bahwa RUU TNI dapat membuka jalan bagi kembalinya Dwifungsi ABRI, yang dapat membahayakan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.

Mereka menyatakan bahwa RUU TNI ini tidak sesui dengan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum, serta dapat membahayakan stabilitas nasional. Di sisi lain, kelompok mahasiswa yang menentang RUU ini mengungkapkan kekhawatiran terkait potensi politisasi militer dan melemahnya peran sipil dalam negara. Kritik utama mereka berfokus pada perluasan wewenang TNI yang dianggap dapat mengganggu prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Mereka juga khawatir bahwa peran TNI lebih besar dalam berbagai aspek kehidupan, seperti penanganan bencana dan masalah sosial, bisa membatasi ruang bagi lembaga sipil yang lebih independent dan professional.

Aksi demonstrasi digelar oleh beberapa sejumlah mahasiswa di depan Gedung DPR dan beberapa universitas, mereka menuntut agar RUU TNI ini dievaluasi lagi, karena mereka merasa bahwa proses pembahasannya kurang melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. Para mahasiswa dan akademisi di berbagai kalangan  universitas menyuarakan kekhawatirannya terhadap dampak revisi ini. Mereka berpendapat bahwa keterlibatan militer dalam urusan sipil bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan berekspresi. Demonstrasi dan petisi penolakan bermunculan sebagai bentuk perlawanan terhadap rancangan revisi UU ini. Tak sedikitpun akademisi yang menyuarakan perlunya dialog terbuka antara Pemerintah, Mahasiswa dan pihak kampus agar regulasi yang disahkan tetap sejalan dengan nilai-nilai demokrasi.

Sejauh ini mahasiswa selalu berada di garda terdepan untuk memperjuangkan hak-hak rakyat dan menentang kebijakan yang mereka anggap merugikan. Jika UU TNI terbaru memberikan kewenangan lebih besar kepada militer di lingkungan kampus. Maka gerakan mahasiswa bisa mengalami represi lebih ketat. Ini akan berdampak pada menurunnya kebebasan berorganisasi dan menyuarakan pendapat. Selain itu, mahasiswa bisa menghadapi ancaman hukum yang lebih besar saat menggelar aksi demonstrasi atau menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah.

Adanya saran dari Gubernur Jawa Barat menganai siswa-siswa yang punya persoalan akan dilakukan bimbingan di barak juga menjadi persoalan baru. Saran tersebut justru memperkuat atas Revisinya UU TNI. Sebab jika siswa akan melangsungkan pendidikan dibarak. Maka mereka akan di didik ala militer. Padahal didikan di militer dengan di sekolah pada umumnya sangat berbeda. Padahal persoalan utamanya bukan pada siswa yang bermasalah, tapi soal pengajaran selama proses pendidikan di sekolah. Artinya seharusnya para pendidik lebih peka dan lebih bisa memehami kondisi siswa-siswanya.

UU TNI terbaru bukan hanya sekedar perubahan regulasi, tetapi juga ujian bagi kebebasan akademik dan demokrasi di Indonesia. Jika tidak mengawasi penerapan revisi ini dengan ketat, maka kita bisa membuat dunia akademik kehilangan fungsinya sebagai ruang bebas berpikir dan berpendapat. Oleh karena itu, mahasiswa dan masyarakat harus terus mengawal perkembangan ini agar hak-hak mereka tetap terlindungi. Perjuangan menegakkan demokrasi dan kebebasan akademik tidak boleh berhenti. Karena kampus harus tetap menjadi ruang aman bagi kebebasan berpikir dan berpendapat.

Reaksi mahasiswa terkait RUU TNI dapat membantu memastikan bahwa perubahan aturan ini tidak akan membahayakan demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi hukum di Indonesia. Mahasiswa pun dapat memainkan peran pentingnya dalam memastikan bahwa pemerintah tidak akan melakukan tindakan yang dapat membahayakan kepentingan nasional. Karena bagaimanapun negara ini dibangun dengan adanya  adu gagasan yang dilakukan oleh pendiri bangsa dengan sistem demokratis. Artinya kita harus mempertahankan sistem yang terbentuk sejak awal kemerdekaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *