Dalam beberapa pekan terakhir, korban keracunan akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) mencuat. Jalan Demokrasi melihat hal tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata ataupun hanya dilihat dari sudut pandang statistic. Laporan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat bahwa total korban keracunan MBG hingga 4 Oktober 2025 mencapai 10.482 anak. Tentu hal tersebut menjadi keprihatinan tersendiri, terlebih adanya program MBG yaitu ingin mencapai generasi penerus yang sehat, cerdas dan produktif melalui pemenuhan gizi yang cukup. Banyak evaluasi muncul dari kalangan akademisi sampai masyarakat sipil mengenai pembenahan program MBG. Tentu istana harus menerima masukan-masukan tersebut untuk perbaikan kedepannya.
Jalan Demokrasi menganggap program MBG sebenarnya belum kuat secara system, terkesan “dipaksakan”, alhasil banyak sekali evaluasi yang harus segera dibenahi. Terlebih tidak ada koneksi antara apa yang ingin dicapai dengan program yang dijalankan. Semangat MBG adalah ingin mengurangi angka stunting, meningkatkan kualitas SDM, serta mendukung ketahanan pangan dan ekonomi lokal. Banyak temuan di lapangan bahwa MBG terkesan hanya ingin “menunaikan janji politik”.
Dari segi gizi, banyak ditemukan program MBG tidak memenuhi gizi yang cukup. Ketika sebuah program tidak melewati uji kelayakan, maka menjadi tanda tanya bagi kita mengapa MBG masih ingin diteruskan. Mengurangi angka prevelensi stunting yang paling ampuh adalah dengan mengintervensi pihak yang berkaitan langsung seperti balita, ibu hamil, ibu menyusui dan calon pengantin. MBG hanya menyasar siswa yang notabennya sudah telat jika ingin di intervensi. Maka penurunan angka prevelensi stunting dengan program MBG sungguh tidak masuk akal.
Salah satu pilar terpenting meningkatkan kualitas SDM adalah dengan adanya Pendidikan gratis, disamping Kesehatan dan Keterampilan. Maka aneh jika MBG dianggap dapat meningkatkan kualitas SDM, sedangkan masih banyak Anak Bangsa sampai dengan hari ini kesulitan mengakses Pendidikan gratis. Yang harusnya dilakukan ialah akses gratis terhadap Pendidikan dan menjaga kualitas pengajar. Mendukung ketahanan pangan mencakup ketersediaan, akses, pemanfaatan dan stabilitas. Dari segi beras, Indonesia telah cukup dalam hal pangan. Namun justru pemerintah masih melakukan impor beras di awal tahun 2025 sebesar 95,94 ribu ton. Tentu hal tersebut tidak sesuai dengan semangat ketahanan pangan.
Jalan Demokrasi mendesak pelaksanaan program MBG harus dievaluasi secara besar-besaran dengan mengedepankan basis riset. Pelaksanaan program yang “dipaksakan” hanya akan menambah persoalan mendatang. Ibarat menunggu bom waktu. Terlebih antara apa yang ingin dicapai dengan program yang dijalankan harus saling terkoneksi dan masuk secara logika.
Ikbar Nariswara, Pemimpin Redaksi Jalan Demokrasi
