DPR menargetkan pengesahan RUU PDP Pada pertengahan November 2020. Di Negara lain juga sudah ada General Data Protection Regulation, sudah ada sekitar 130 Negara memiliki. Indonesia akan menjadi Negara ke-5 di Asean. Hal ini menjadi penting seiring dengan Perkembangan Teknologi dan Internet Users di Indonesia bahwa Indonesia, menurut Internet World State, menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari lima besar pengguna internet.
Hak Privasi melalui perlindungan data merupakan elemen kunci bagi kebebasan individu. Pasal 28G UUD 1945 ayat (!) menyatakan : “Setiap orang berhak atas perlindungan data pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman kekuasaan ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi” Menjelaskan hal itu, prinsip hak pribadi, Edmon Makarim: a) Hak untuk tidak diusik oleh orang lain kehidupan pribadin; b) Hak untuk merahasiakan informasi-informasi yang bersifat sensitive yang menyangkut dirinya; c) Hak untuk mengontrol penggunaan dirinya oleh orang lain.
Dalam perkembangannya perlindungan data pribadi sudah ada dan tersebar dalam secara parsial: UU 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, UU Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Perbankan. Meskipun demikian masih dibutuhkan sebuah mekanisme pengaturan yang sifatnya lebih komperhensif dalam undang-undang.
Setidaknya ada beberapa isu yang dibahas dan didiskusikan sehingga memunculkan urgensinya dibentuk undang-undang PDP. Isu unethical hacking (pengambilan data secara tidak etis), kemudian mengambil data untuk kepentingan tidak benar misalnya data breach atau data leak. Dalam praktik pemasaran misalnya: location based massaging, digital dossier, dan banyak lainnya.
Oleh karena itu, ddengan demikian dapat dipahami bahwa nantinya aspek-aspek dalam RUU PDP yang dapat dikerucutkan dalam beberapa unsur dalam UU PDP: data owner, data user, flow data, dan keamanan data.