Oleh Farco Siswiyanto Raharjo.
Terdapat terminology pakar dan kepakaran. Seorang pakar ialah indiviadu yang mempunyai pengetahuan serta pengalaman tertentu untuk suatu bidang; sebagai contoh pakar epidemologi, pakar politik, pakar hukum, pakar ekonomi, pakar filsafat dan lain-lain. Semakin tidak terstruktur situasinya, semakin mengkhusus (dan mahal) konsultasi yang dibutuhkan.
Tom Nichols mengungkapkan melalui sebuah buku Matinya Kepakaran (2018) dengan mendeskripsikan salah satu penjelasan yang berupaya menjawab pertanyaan tersebut. Menurut nya, dunia pada saat ini telah sampai pada era matinya kepakaran, yakni keadaan di mana omongan para pakar tidak lagi menjadi rujukan.
Penyebutan, Nichols merujuk pada “pengetahuan khusus” yang melekat di dalam suatu pekerjaan. Dalam hal ini ia memakai istilah “profesional”, “intelektual”, “dan “pakar” atau “ahli” secara bergantian. Secara pemahaman lebih luas, mereka ialah orang-orang yang menguasai seperangkat pengetahuan tertentu dan mempraktikkannya sebagai pekerjaan utama dalam hidup seperti guru, pengacara, tenaga medis, pilot pesawat terbang, fisikawan dan lain sebagainya.
Pada masa atau era digital ini, fungsi yang melekat pada kepakaran tersebut runtuh disebabkan setiap manusia merasa serba mengerti semua aspek ilmu pengetahuan. Hal ini didasarkan pada kemudahan akses atas berbagai sumber informasi dan komunikasi. Karena hal tersebut, gelombang hoaks mudah merambah mempengaruhi publik secara lebih luas. Hal ini memberikan implikasi salah satunya berpotensi merusak demokrasi yang mestinya berbasis pada argumentasi rasional dan data yang bisa dipertanggungjawabkan validitasnya.
Sebagai contoh di Indonesia kita melihat bagaimana gelombang teknologi begitu dahsyat dan tidak dapat dibendung. Sehingga masyarakat dapat menuliskan semuanya melalui media sosial. Sedangkan melalui saluran tersebut tidak semua didasarkan pada data dan fakta. Sehingga tidak menutup kemungkinan memecah masyarakat secara lebih luas.
Semua orang dapat berbicara tanpa memandang latar belakangnya. Termasuk memandang sebuah keahlian yang dimilikinya. Bisa jadi pembicaraan yang di katakan oleh seseorang yang tidak menyandang predikat sebagai seorang pakar lebih mampu mempengaruhi pikiran publik dibandingkan perkataan seorang pakar yang sudah arang melintang dibidang keahliannya.
Nichols mengatakan bahwa ada berbagai faktor yang menyebabkan matinya kepakaran. Salah satunya disebabkan oleh berbagai prakondisi yang terbentuk selama puluhan tahun. Sebagai fakta kita melihat adalah komersialisasi pendidikan yang mana membuat relasi akademisi dan mahasiswa seperti penyedia layanan dan pengguna layanan berbasis bisnis. Media atau jurnalis yang tulisannya dibaca banyak orang namun penuh dengan informasi menyesatkan, kesalahan para pakar yang berujung pada ketidakpercayaan publik, dan tentu saja perkembangan internet
Sebagai kenyataan pada saat ini adalah pemberintaan tentang pandemic covid 19 yang diberitakan tidak akurat. Setiap media memberitakan yang berbeda beda. Kemudian menggiring masuarakat pada posisi bimbang. Ketakutan diciptakan ditengah masyarakat. Tidak menutup kemungkinan masyarakat menjadi bias informasi.
Hal ini sangat memprihatinkan karena muncul sebuah paradoks. Disisi lain informasi begitu mudah didapatkan akan tetapi kualitas informasi masih dipertanyakan akurasi serta kredibilitasnya dimata publik. Tidak semua masyarakat memiliki kemampuan untuk melakukan verifikasi terhadap informasi yang diterimanya setiap waktu.
Kemudian publik merasa jenuh dengan pembicaraan seorang pakar yang mana tidak semua arah pembicaraan dapat ditangkap publik dengan baik. Sering kali pakar menggunakan diksi atau istilah yang tidak familiar bagi publik. Sehingga publik tidak tertarik mendengarkan pembicaraan dari seorang pakar. Tidak semua publik adalah kalangan terpelajar.
Sebagai bagian dari publik diharapkan kita mampu memiliki pondasi yang kuat dalam mengkonsumsi pemberitaan atau informasi setiap hari. Lebih belajar melakukan validasi dan verifikasi terhadap informasi yang masuk setiap waktu. Kemudian melakukan sharing terlebih dahulu sebelum melakukan share.