Indonesia sebagai Negara demokrasi mengedepankan ruang menyampaikan pendapat di depan publik. Berbagai saluran dapat di lakukan untuk menyampaikan pendapat. Secara umum yang kita ketahui bersama adalah melalui demonstrasi dan audiensi. Seiring kemajuan teknologi, masyarakat Indonesia menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi dan menyampaikan aspirasi. Dengan menggunakan media sosial, jutaan orang mampu mengakses dan membaca dalam satu tempo waktu. Sehingga memiliki dampak yang luas.
Berkembang pesatnya saluran komunikasi berbasis teknologi, rawan penyalahgunaan data pribadi oleh orang lain. Seseorang hacker mampu meretas data pribadi seseorang untuk sebuah kepentingan tertentu. Keadaan ini merupakan potensi yang membahayakan baik secara personal maupun interpersonal. Sebagai contoh kita ketahui bersama data pribadi milik pegiat media sosial Denny Siregar yang bocor beberapa waktu lalu. Kemudian kasus lain ialah bocornya script percakapan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan beberapa tokoh di sadap. Selain itu dokumen pemberhentian Prabowo Subianto yang beredar di media sosial.
Beberapa contoh tersebut merupakan sebagian kecil. Kondisi seperti itu merugikan pihak yang bersangkutan secara pribadi. Sehingga lahir rancangan undang-undang perlindungan data pribadi (RUU PDP). Rancangan undang – undang ini merupakan salah satu agenda program legislatif nasional (prolegnas) yang melibatkan lintas lembaga Negara. Sebagai leading sektor tentu saja adalah DPR RI kemudian beberapa kementerian terkait seperti kementerian komunikasi dan informasi, kementerian dalam negeri, hingga kementerian hukum dan hak asasi manusia.
Keberadaan data Negara menjadi pusat perhatian dalam pembahasan RUU PDP. Mencakup tiga hal antara lain : (1) kedaulatan Negara, yakni pemerintah tidak ingin data dalam negeri serta merta di manfaatkan untuk kepentingan asing. (2) Terkait dengan kepemilikan data pribadi. (3). Terkait dengan pengaturan lalu lintas data.
Berangkat dari tujuan di bahasnya rancangan undang-undang ini telah mengedepankan prinsip perlindungan privasi data personal. Namun di harapkan jangan sampai tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lain.
Kemudian selain itu, munculnya undang-undang perlindungan data pribadi harus memperhatikan demokrasi berpendapat bagi masyarakat. Jangan sampai masyarakat sebagai bagian dari warga Negara merasa terpenjara dan muncul rasa ketakutan untuk menyampaikan pendapat di media sosial karena alasan terkekang oleh undang – undang perlindungan data pribadi.
Sebagai upaya melindungi data pribadi perlu di pertimbangkan lembaga yang mengimplementasikan regulasi tersebut. Misalkan badan syber dan sandi Negara atau membentuk sebuah lembaga yakni komisi independen perlindungan data pribadi.
Aspek penting yang perlu di akomodir adalah penyelesaian sengketa jika ada pihak yang merasa di rugikan oleh tersebar nya data pribadi. Aspek kemudahan memperoleh pelayanan pengaduan menjadi prioritas yang harus di perhatikan. Terlebih penting adalah pelaksanaan dari rancangan undang – undang tersebut jika sudah di sahkan menjadi undang-undang. Persoalan yang sering terjadi adalah penerapan aturan yang tidak sejalan setelah di sahkan.
Berikutnya yang harap di perhatikan adalah terkait dengan sanksi pidana. Ketetapan sanksi pidana harus mempertimbangkan berbagai perspektif seperti tingkat pelanggaran ringan atau berat, penentuan nominal denda, kerugian yang di akibatkan dari tindak pidana, hingga hukuman lain yang relevan. Undang – undang perlindungan data pribadi di harapkan tidak tumpang tindih dengan peraturan yang ada pada Undang – undang ITE.