Kebebasan Berpendapat di Era Virtual

Indonesia sebagai negara yang mengedepankan demokrasi telah menjamin kebebasan berpendapat. Hal ini tertuang dalam masal 28 pada Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat telah di berikan hak untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum.
Saat ini telah terjadi pergeseran media penyampaian pendapat di muka umum. Dahulu popular dengan istilah menyampaikan pendapat melalui aktivitas demonstrasi. Sekarang menyampaikan pendapat di lakukan melalui berbagai kanal media sosial. Setiap orang bisa menyampaikan aspirasi dan kritik terhadap penguasa negara maupun daerah melalui kanal media sosial.
Kegiatan penyampaian pendapat di media sosial saat ini di atur melalui Undang Undang ITE. Sehingga masyarakat harus memikirkan diksi yang tepat supaya tidak menyalahi aturan dalam undang-undang ITE tersebut.
Keberadaan peraturan bertujuan untuk mewujudkan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab. Sisi laiinya keberadaan peraturan tersebut di rasa mengekang sebagian masyarakat dalam menyampaikan pendapat melalui jaringan media sosial.
Sebagai contoh saat ini musisi nasional jerinx harus menjalani proses hukum secara pidana di karena melakukan kritik kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui akun media sosial instagram. Kasus ini menjadi sorotan secara nasional di berbagai kalangan. Mulai dari masyarakat awam hingga pakar menyampaikan komentar terhadap kasus ini. Terutama di kaitkan dengan kebebasan berpendapat di era virtual.


Pemerintah Indonesia melalui aparat penegak hukum menerapkan indikator freedom of net untuk memenuhi e-demokrasi dengan mengupayakan kebebasan berpendapat melalui media sosial. Penerapan ini kemudian memunculkan tindakan represif aparat.
Tidak dapat di pungkiri, Pasalnya media tidak hanya difungsikan sebagai penyambung informasi antara masyarakat dan pemerintah, namun juga sebagai instrumen penggiringan opini publik. Hal ini didukung oleh tren social mediayang penggunanya mencapai 95% dari 63 juta pengguna internet di Indonesia, bahkan Indonesia menempati peringkat 4 pengguna facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India.
Era demokrasi saat ini tidak berhenti pada tahap pemikiran namun sudah mengarah pada kebebasan berpendapat yang di salurkan melalui media massa maupun media sosial yang berbasis virtual.
Kebebasan berpendapat di era virtual menjadi persoalan stabilitas politik. Penilaian tersebut karena terdapat tulisan yang di sinyalir mengarah pada persoalan radikalism dan merusak tatanan nilai demokrasi. Terlebih menggunakan istilah Suku, Agama, dan Ras atau biasa di sebut dengan istilah SARA. Selama tidak terkait dengan hal itu sebaiknya kebebasan berpendapat melalui saluran virtual berhak di lindungi oleh negara. Bagaimanapun masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan gagasan maupun aspirasinya di depan publik.
Mengingat saat ini komunikasi tatap muka secara langsung di gantikan dengan komunikasi virtual melalui seluler yang mana tidak terhalang jarak maupun waktu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *